Profil

Foto saya
Nama Lengkap : SADARESTUWATI, Hj, SP. No. Anggota : A-388. Tempat Lahir : Jombang. Tanggal Lahir : 26 July 1970. Suami : Ir.H. Masykur Affandi, M.MA. Jenis Kelamin : Wanita. Komisi : V. Dapil : Jatim 8. Jabatan di Fraksi: Anggota. Jabatan di DPR-RI: Anggota Komisi V, anggota BURT, Bendahara POKSI Fraksi PDIP. Pansus : Panja RUU Rumah Susun, Panja Kereta Api. Jabatan di MPR-RI: Anggota. Jabatan di Partai: Wakil Ketua Bidang Sumber Daya Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jatim. Perolehan Suara pada Pemilu 2009 : 117.193 Suara

24.7.10

KOMISI V MINTA KPPU TINJAU ULANG PUTUSAN TERHADAP SEMBILAN MASKAPAI


19-May-2010
Komisi V DPR RI minta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk meninjau ulang putusan terhadap sembilan maskapai penerbangan adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Hal itu mengemuka saat...Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Perhubungan Udara, KPPU, dan sembilan maskapai penerbangan, Rabu (19/5) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V Muhidin M. Said (F-PG).

Kesembilan maskapai tersebut adalah PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi, PT Metro Batavia dan PT Kartika Airlines. Dugaan pelanggaran itu berkaitan dengan penetapan harga Fuel Sucharge dalam industri jasa penerbangan domestik.

Yang dimaksud Fuel Surcharge di sini adalah, tambahan biaya yang dikenakan oleh perusahaan penerbangan karena harga avtur di lapangan melebihi harga avtur pada perhitungan biaya pokok.

Dalam hal ini, Majelis Komisi menilai terdapat perjanjian tertulis terkait dengan penetapan fuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006. Yaitu berdasarkan Berita Acara Persetujuan Pelaksanaan Fuel Surcharge yang ditandatangani Ketua INACA, Sekretaris Jenderal INACA dan sembilan angkutan udara niaga.

Berita Acara tersebut menyepakati pelaksanaan fuel surcharge mulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006 dengan besaran yang diberlakukan pada setiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp 20.000 per penumpang.

Terhadap masalah tersebut, Epyardi Asda (F-PPP) mengatakan, sebaiknya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik secara musyawarah dan mufakat. “Apa jadinya jika sembilan maskapai itu melakukan boikot untuk tidak melakukan penerbangan,” katanya.

Dalam perkara tersebut, KPPU memutuskan besaran denda dan ganti rugi yang harus dibayarkan terhadap pelanggaran tersebut diantaranya adalah PT Garuda Indonesia sebesar Rp 187 miliar, PT Merpati Rp 61 miliar dan PT Lion Air Rp 126 miliar.

“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana Merpati membayar denda yang sedemikian besarnya, untuk menggaji karyawannya saja mereka kesulitan,” tambahnya.

Sementara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat Etha Bulo mengatakan, seharusnya KPPU lebih bijaksana melihat permasalahan ini. Tidak kita pungkiri Merpati Airlines adalah maskapai pemerintah yang menjangkau wilayah-wilayah terpencil terutama di kawasan timur Indonesia.

Menurutnya, banyak kabupaten-kabupaten di Papua, satu-satunya alat transportasinya hanya menggunakan jalan udara. “Bagaimana jadinya kalau maskapai penerbangan ini tidak beroperasi, karena dia bangkrut,” kata anggota dapil Papua ini.

Seharusnya, KPPU dapat membina maskapai-maskapai penerbangan ini, bukan hanya menakui-nakuti dengan besarnya denda yang harus dibayarkan. Sebab kalau bukan kita sendiri siapa yang akan membesarkan penerbangan lokal kebanggaan kita bersama,” tambahnya.

Jika rumor adanya boikot untuk tidak melakukan penerbangan ini benar, tentunya akan mengganggu stabilitas keamanan dan roda perekonomian kita.

Sementara itu, anggota FDI Perjuangan, Sadarestuwati menanyakan langkah-langkah apa yang telah dilakukan pemerintah dalam mencari solusi dengan KPPU.

Dia berharap, kejadian ini tidak merusak citra penerbangan kita, yang mulai 1 Juni nanti Garuda sudah diijinkan melakukan penerbangan ke Eropa setelah sekian lama dilarang melakukan penerbangan ke kawasan tersebut.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti Singayuda mengatakan, terhadap kasus tersebut pihaknya telah berkomunikasi secara maraton dengan KPPU untuk mencari solusi yang terbaik terhadap sembilan maskapai itu.

Herry menganggap kasus tersebut bukanlah dikategorikan kartel dan menurut UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, hal itu sah-sah saja dilakukan. Jadi, katanya, perlu ada sinkronisasi antara UU Nomor 5/1999 dengan UU Nomor 1/2009.

Sementara Ketua KPPU mengatakan, keputusan ini diambil berdasarkan kajian yang cukup lama (1 tahun) dan telah dilakukan monitoring. Dari hasil ini diperoleh bukti-bukti terjadinya pelanggaran.

Namun katanya, tidak semua keputusan KPPU sifatnya final, karena pihak terlapor masih bisa melakukan keberatan.

Dia juga sependapat jika ke depan perlu dilakukan harmonisasi UU yang terkait, khususnya Undang-undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan Undang-undang tentang Penerbangan.