Profil

Foto saya
Nama Lengkap : SADARESTUWATI, Hj, SP. No. Anggota : A-388. Tempat Lahir : Jombang. Tanggal Lahir : 26 July 1970. Suami : Ir.H. Masykur Affandi, M.MA. Jenis Kelamin : Wanita. Komisi : V. Dapil : Jatim 8. Jabatan di Fraksi: Anggota. Jabatan di DPR-RI: Anggota Komisi V, anggota BURT, Bendahara POKSI Fraksi PDIP. Pansus : Panja RUU Rumah Susun, Panja Kereta Api. Jabatan di MPR-RI: Anggota. Jabatan di Partai: Wakil Ketua Bidang Sumber Daya Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Jatim. Perolehan Suara pada Pemilu 2009 : 117.193 Suara

24.7.10

KOMISI V PERTANYAKAN BANYAKNYA PERALATAN YANG TIDAK BERFUNGSI DI BMKG


26-Jan-2010
Komisi V DPR RI mempertanyakan banyaknya peralatan yang tidak berfungsi dibeberapa daerah terutama Automatic Rain Gauge (alat pendeteksi curah hujan). Padahal alat ini sangat penting untuk menginformasikan hal yang berhubungan dengan klimatologi.

Demikian disampaikan Anggota Fraksi PDI Perjuangan Sadarestuwati...pada Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beserta jajarannya, Selasa sore ( 26/1) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi V H. Mulyadi (F-PD).

Saat meninjau langsung BMKG di Juanda Surabaya dan Karangploso Malang, Komisi V melihat peralatan-peralatan tersebut tidak berfungsi, sudah karatan dan bahkan tidak terawat sama sekali.

Namun anehnya, data mengenai curah hujan itu tetap dapat disajikan. “Kalau alat itu tidak berfungsi bagaimana BMKG dapat menginformasikan data yang akurat,” tanyanya.

Dia menambahkan, data akurat ini sangat penting dalam kaitannya dengan ketahanan pangan nasional dan menjadi acuan bagi petani mengetahui waktu yang tepat untuk mulai menanam dan mengetahui komoditi apa yang cocok ditanam dengan kondisi cuaca seperti itu.

Data akurat ini juga sangat berguna bagi petani, karena jika informasi itu salah akibatnya juga akan fatal. Seperti ketika petani baru akan mulai musim panen, tiba-tiba turun curah hujan yang tinggi yang berakibat banjir yang melanda dimana-mana, akibatnya para petani gagal panen dan mengalami kerugian yang sangat besar jumlahnya.

Melihat banyaknya peralatan yang rusak tersebut, dia minta BMKG mendata berapa banyak alat-alat pendeteksi curah hujan yang rusak. Sebaiknya, katanya, BMKG sudah merencanakan anggaran untuk mengganti peralatan tersebut, karena melihat kondisinya peralatan itu sulit diperbaiki lagi.

Sadarestuwati juga meminta BMKG untuk bekerjasama bersinergi dengan departemen terkait, karena dia melihat sendiri ada satu lokasi dengan dua alat yang sama fungsinya, tapi keduanya tidak berfungsi. “Ini kejadian luar biasa dua instansi berbeda yang mempunyai alat yang sama tetapi tidak dapat berfungsi,” ujarnya.

Senada dengan itu, anggota dari fraksi yang sama Lasarus menambahkan, memang banyak peralatan-peralatan yang dimiliki BMKG dalam keadaan rusak dan kurang mendapat perhatian untuk diperbaiki. Tentunya kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat BMKG menjadi sumber informasi penting untuk mengetahui kondisi cuaca.

Kepala BMKG Sri Woro B.Harijono menjelaskan, tahun 2010 BMKG mendapat pagu anggaran sebesar Rp 830,9 miliar, yang terdiri dari Rupiah Murni Rp 865,2 miliar termasuk didalamnya prakiraan penerimaan PNBP sebesar Rp 34,3 miliar.

Jika dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar Rp 977,8 miliar, mengalami penurunan sebesar 11,5 persen.

Penurunan ini, kata Woro, semata-mata karena BMKG pada tahun 2010 tidak menerima pagu anggaran dari BA 999 (Pembiayaan lain-lain). Jika komponen rupiah murninya diperbandingkan, maka tahun 2010 ini alokasi anggaran BMKG mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen, dimana Rupiah Murni pada tahun 2009 sebesar Rp 827,7 miliar.

Woro menambahkan, kenaikan yang hanya 4,5 persen ini terasa sangat berat bagi BMKG karena jumlah tersebut tidak cukup untuk menggantikan biaya gaji untuk para pegawai baru.

Apalagi, tambahnya, tahun 2010 ini BMKG telah memasuki masa-masa pemeliharaan untuk program-program prioritas nasional maupun lembaga.

Woro juga menyampaikan, mulai awal tahun 2010 dukungan operasional dan pemeliharaan dari Negara donor maupun dari provider telah berakhir masanya. Sehingga untuk menjamin kelancaran operasional System Early Warning selama 24 jam terus menerus perlu menjadi perhatian bersama.

Adapun biaya tambahan khusus untuk operasional dan pemeliharaan TEWS (Sistem Peringatan Dini Tsunami) diperkirakan sebesar Rp 82 miliar per tahun.

Dalam kesempatan tersebut, Woro mengajukan usulan penambahan anggaran dalam APBN-P 2010 sebesar Rp 273,5 miliar. Jumlah tersebut akan digunakan untuk memenuhi kekurangan dan back-log yang tidak terpenuhi pada usulan anggaran yang telah diajukan sebelumnya.